Bila Jerman mendapatkan kembali empirisme, Perancis menemukan liberalisme, Amerika disebut menemukan kembali pragmatisme, yaitu neopragmatisme. Salah seorang tokohnya Richard Rorty. Neopragmatisme Rorty tidak mengandalkan eksperimentasi dalam penentuan kebenaran, seperti gagasan Dewey, Sidney Hook tetapi solidaritas, egalitarian, partikular, tanpa dominasi, kesepakatan bukan objektivitas. Neopragmatisme tidak memodifikasi dunia, melainkan ditampilkan dalam keaslian dan nilainya. Kebenaran dibangun dari kesesuaian ide yang dipercakapkan antarpelaku, bukan
ide statis, inheren bermakna tunggal.
Neopragmatisme Rorty menanggalkan rasio-ideal dan absolutisme, bahkan mengkritik filsafat dan metafisika, ilmu pengetahuan memiliki asumsi metafisiknya sendiri, lewat legitimasi sosial. Prinsip yang ditawarkan "cakap-cakap tanpa konflik" dan persetujuan intersubjektif. Definisi stabil kebenaran ditolak, sistem total dan naratif diganti pandangan pluralitas fragmentatif. Kebenaran bersifat sementara, dimatangkan pengalaman dan sejarah, serta tidak tergantung sifat sesuatu. Filsafat Rorty berkarakter anti-fondasionalisme dan menekankan keserbamungkinan bahasa dan konteks. Proyeknya muncul sebagai proyek pengembangan metafora dalam rangka puitisasi kebudayaan, bukan rasionalisasi kebudayaan. Subjek yang melakukannya adalah politisi revolusioner, penyair kuat, dan kalangan ironis liberal.
Buku ini menarik dibaca oleh akademi, mahasiswa, serta pemiant kebudayaan dalam rangka mengamati secara filosofis feomena keberagaman yang menjadi identitas bangsa. Keberagaman adalah modal potensial yagn dapat menjadikan bangsa Indonesia maju dan berkembang, sepanjang itu dapat diolah dengan baik dan maksimal.
Adi Armin, 35 tahun adalah master filsafat Universitas Indonesia. Aktivitas kesehariannya adalah dosen pada jurusan Sastra Prancis Universitas Hasanuddin Makassar. Tahun 1999-2000 ia memperoleh beasiswa EDGE untuk mendalami kebudayaan Perancis di Institut Katolik Paris. Buku ini adalah hasil revisi tesisnya yang berjudul,
Neo-Pragmatisme Richard Rorty.
ide statis, inheren bermakna tunggal.
Neopragmatisme Rorty menanggalkan rasio-ideal dan absolutisme, bahkan mengkritik filsafat dan metafisika, ilmu pengetahuan memiliki asumsi metafisiknya sendiri, lewat legitimasi sosial. Prinsip yang ditawarkan "cakap-cakap tanpa konflik" dan persetujuan intersubjektif. Definisi stabil kebenaran ditolak, sistem total dan naratif diganti pandangan pluralitas fragmentatif. Kebenaran bersifat sementara, dimatangkan pengalaman dan sejarah, serta tidak tergantung sifat sesuatu. Filsafat Rorty berkarakter anti-fondasionalisme dan menekankan keserbamungkinan bahasa dan konteks. Proyeknya muncul sebagai proyek pengembangan metafora dalam rangka puitisasi kebudayaan, bukan rasionalisasi kebudayaan. Subjek yang melakukannya adalah politisi revolusioner, penyair kuat, dan kalangan ironis liberal.
Buku ini menarik dibaca oleh akademi, mahasiswa, serta pemiant kebudayaan dalam rangka mengamati secara filosofis feomena keberagaman yang menjadi identitas bangsa. Keberagaman adalah modal potensial yagn dapat menjadikan bangsa Indonesia maju dan berkembang, sepanjang itu dapat diolah dengan baik dan maksimal.
Adi Armin, 35 tahun adalah master filsafat Universitas Indonesia. Aktivitas kesehariannya adalah dosen pada jurusan Sastra Prancis Universitas Hasanuddin Makassar. Tahun 1999-2000 ia memperoleh beasiswa EDGE untuk mendalami kebudayaan Perancis di Institut Katolik Paris. Buku ini adalah hasil revisi tesisnya yang berjudul,
Neo-Pragmatisme Richard Rorty.
Judul | Seri Tokoh Filsafat : Richard Rorty (Pendiri Pragmatisme Kontemporer) |
No. ISBN | - |
Penulis | Adi Armin |
Penerbit | Teraju |
Tanggal terbit | 2003 |
Jumlah Halaman | 108 |
Berat Buku | - |
Jenis Cover | Soft Cover |
Dimensi(L x P) | - |
Kategori | Group Mizan |
Bonus | - |
Text Bahasa | Indonesia · |
Lokasi Stok | gudang penerbit |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar